halojapin.com. Dalam kunjungannya ke Provinsi Gorontalo, sejumlah pejabat di Ehime, mengaku bangga dan menyukai pakaian yang terbuat dari kain karawo. Kain yang dibuat dengan teknik sulaman khas Provinsi Gorontalo ini dikenal mempunyai beraneka motif yang menarik dan teknik pembuatannya yang rumit dan hutuh waktu lama.
“Kemarin saya diberikan baju karawo ini. Memakai baju ini seolah-olah saya menjadi warga Gorontalo. Sejak tiba di Gorontalo saya merasakan berbagai hal mulai dari industri sampai budaya tradisional,” kata Ketua DPRD Prefektur Ehime Hiroshi Watanabe di Gorontalo, Kamis.
Sementara itu Gubernur Prefektur Ehime Tokihiro Nakamura juga mengenakan baju karawo dan mengaku menyenangi sulaman tersebut. Ia juga senang dapat menikmati lagu yang diiringi alat musik tradisional Gorontalo seperti polopalo, gambusi, dan marwas.
Karawo sendiri berasal dari Bahasa Gorontalo yang artinya sulaman dengan tangan. Namun orang luar luar Gorontalo mengenalnya dengan sebutan Kerawang. Pembuatan kain ini memerlukan proses yang panjang, Keindahan motif, keunikan cara pengerjaan, dan kualitas yang bagus membuat harganya menjadi mahal.
Dalams ejarahnya Belanda pernah berupaya menghilangkan berbagai tradisi dan identitas lokal termasuk tradisi membuat karawo. Hengkangnya Belanda tidak serta-merta membuat karawo keluar dari ”persembunyian”. Situasi saat itu dan trauma membuat tradisi mokarawo tetap dilakukan di dalam ruang tersembunyi.
Karawo mulai kembali muncul sekitar akhir tahun 1960-an, tapi belum merupakan produk yang dijual secara bebas seperti barang lain. Saat itu jika ada yang berminat pada pembuatan kain karawo, mereka akan datang langsung ke penyulam dan memesan. Karawo kerap dibayar menggunakan uang, kerap pula dibarter dengan barang kebutuhan lain.
Kini karawo umumnya dilakukan ibu rumah tangga yang menyebar di sejumlah wilayah di Gorontalo. Tidak mengherankan jika keunikan dan kualitas tersebut diminati oleh banyak kalangan, baik dari dalam maupun luar negeri. Dengan dikembangkannya seni membuat Karawo atau “Makarawo”, kain sulaman ini telah diturunkan dari generasi ke generasi sejak masa Kerajaan Gorontalo masih berjaya.