Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the jetpack domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/kobacoid/public_html/halojapin.com/wp-includes/functions.php on line 6114
Hinamatsuri Antara Boneka dan Doa untuk Anak - Anak - Halo Japin
Berita Jepang dan Indonesia Terkini
Budaya  

Hinamatsuri Antara Boneka dan Doa untuk Anak – Anak

susunan boneka hinamatsuri (foto do. wikipedia)

HALO JAPIN. Sebuah perayaan yang diperuntukkan untuk anak-anak dilakukan masyarakat Jepang setiap tanggal 3 Maret. Tradisi yang dinamakan hinamatsuri ini dikenal sbagai salah satu perayaan untuk mendoakan yang terbaik bagi anak-anak. Ciri khas dari perayaan ini adalah memasang boneka disetiap rumah dengan 5 tingkatan.


Dalam tradisi ini keluarga yang memiliki anak perempuan memajang satu set boneka yang disebut hinaningyō. Boneka-boneka tersebut terdiri dari boneka kaisar, permaisuri, dayang-dayang, dan pemusik istana. Boneka itu juga mengenakan kimono gaya zaman Heian.


Walaupun dinamakan matsuri, namun perayaannya lebih pada acara keluarga di rumah. Itupun hanya dirayakan bagi keluarga yang mempunyai anak perempuan. Anak-anak akan membantu orang tua mengeluarkan boneka untuk dipajang dan menyimpannya kembali sesudah selesai acara. Menurut kepercayaan boneka harus segera disimpan karena sudah menyerap roh-roh jahat dan nasib sial.


Ada hidangan khusus bagi anak perempuan yang merayakan Hinamatsuri yaitu kue hishimochi, kue hikigiri, makanan ringan hina arare, sup bening dari kaldu kerang (hamaguri), serta chirashizushi. Selain itu ada sake putih (shirozake) dan sake manis (amazake).

Dalam literatur klasik ditulis tentang tradisi boneka dimulai dari kalangan anak perempuan bangsawan dari zaman Heian (sekitar abad ke-8). Sejak abad ke-19 atau zaman Edo mulai dikaitkan dengan perayaan musim (sekku) untuk bulan 3 kalender lunisolar. Sama halnya dengan perayaan musim lainnya yang disebut “matsuri”, sebutan hina asobi juga berubah menjadi Hinamatsuri. Dari sini perayaannya mulai meluas di kalangan rakyat.


Di zaman Edo, perayaan tersebut dipertahankan. Hal ini dikarenakan masyarakat waktu itu sangat percaya bahwa boneka mampu menyerap roh-roh jahat ke dalam tubuhnya. Oleh karena itu boneka dianggap mampu menyelamatkan sang pemilik dari segala hal-hal yang berbahaya atau sial.

Kaum bangsawan bangsawan dan samurai kala itu juga menghargai boneka Hinamatsuri sebagai modal penting untuk wanita yang ingin menikah, dan keberuntungan. Karna dianggap sebagai lambang status dan kemakmuran, orang tua kemudian berlomba-lomba membelikan boneka yang terbaik dan termahal bagi putrinya yang ingin menjadi pengantin.

Pada Awal zaman Meiji, boneka Hinamatsuri yang mulanya hanya terdiri dari sepasang kaisar dan permaisuri berkembang menjadi satu set boneka lengkap berikut boneka pernak-periknya seperti puteri istana, pemusik, serta miniatur istana, perabot rumah tangga dan dapur. Sejak itu pula, boneka dipajang di atas dankazari (tangga untuk memajang), dan orang di seluruh Jepang mulai merayakan hinamatsuri secara besar-besaran. (Disadur dari wikipedia)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *