halojapin.com. Sekitar 43.000 memberikan tanda tangan atau petisi mendukung peninjauan kurikulum sekolah untuk mempromosikan “pendidikan seks komprehensif” sebagai bagian dari wajib belajar Jepang. Saat ini pendidikan seks di Jepang khususnya remaja tidak sesuai lagi dengan realitas yang ada.
Asoka Sumeya direktur Pilcon, sebuah organisasi nirlaba yang konsern dengan pendidikan seks di sekolah-sekolah menuntut agar kementerian pendidikan Jepang meninjau kurikulum sekolah.
Menurutnya pendidikan seks komprehensif itu berbasis hak asasi manusia, siswa belajar tidak hanya tentang anatomi manusia dan sistem reproduksi, tetapi juga tentang hubungan, keragaman seksual dan kesetaraan gender secara luas dan sistematis.
Memang disebutkan dalam panduan pendidikan seks komprehensif yang disusun oleh UNESCO dan kelompok lain pada tahun 2009, pendidikan tentang seks dan kontrasepsi diberikan kepada anak-anak berusia antara 9 dan 12 tahun.
Gerakan tanda tangan atau petisi ini diluncurkan pada April 2018, sebagai tanggapan atas beberapa anggota Majelis Metropolitan Tokyo yang melihat kelas pendidikan seks dilakukan di sekolah menengah pertama negeri Adachi Ward sebulan sebelumnya dan menganggapnya bermasalah.
Hingga sekitar musim gugur tahun ini, telah mengumpulkan sekitar 20.000 tanda tangan, tetapi karena minat yang meningkat pada pendidikan seks, jumlah tanda tangan menjadi dua kali lipat hanya dalam waktu dua bulan, yang mengarah ke penyerahan ke kementerian pendidikan.